Kurir Paket Mahalnya Logistik RI dan Asa di Holding Pelindo
Suara mesin motor seketika terhenti di depan rumah saya. Tak selang berapa lama, pengendaranya turun dari motor dan membuka kantong besar yang ia taruh di depan jok, kemudian ia berteriak ke penghuni rumah.
"Paket," ucap Muhammad Reva, pria 26 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai kurir paket di sebuah perusahaan penyedia jasa logistik dan ekspedisi nasional, Jumat (17/9).
Saya pun ke luar untuk mengambil paket yang saya pesan dua hari lalu itu. Namun tak seperti kebanyakan kurir lain yang langsung meninggalkan rumah saya ketika paket sudah diterima, Reva justru meminta izin untuk berteduh dulu di bawah kanopi rumah saya.
"Sebentar ya mbak, neduh dulu, mindahin paket, takut kena air hujan," katanya sembari menunjuk langit yang mulai mendung.
"Ya begini memang kalau kurir paket, susah kerja jadinya kalau mau hujan gini, nanti paketnya basah, rusak," ujarnya meneruskan obrolan.
Saya yang semula hanya ingin mengambil paket pun jadi penasaran dengan kerja seorang kurir. Kebetulan saya pernah mendengar kalau komisi kurir cukup rendah.
"Iya memang (rendah), ini paket yang saya antar komisi ke saya cuma Rp1.000 per paket. Mau berapa banyak pun saya kirim, komisinya tetap segitu, cuma tinggal dikali jumlah paket yang saya kirim saja," ungkapnya.
"Kalau sehari antar 40 paket, ya Rp40 ribu doang, kalau sampai 300 paket misal karena ada event 8.8, 9.9, baru deh Rp300 ribu, tapi itu pun sudah muter-muter dari pagi sampai malam," tambahnya.
Reva menduga komisi dari paket yang diantarnya kecil karena rata-rata ongkos kirim (ongkir) paket hanya Rp9.000 per paket di perusahaan tempatnya bekerja. Di beberapa perusahaan lain bahkan ada yang mulai dari Rp5.000 dan Rp7.000 per paket.
Tak cuma sesama perusahaan logistik, Reva mengatakan bahkan ongkir bisa lebih murah bila perusahaan e-commerce memiliki sistem kelogistikan sendiri. Mereka bahkan memberi gratis ongkir ke konsumen, meski ditambal dengan subsidi dari internal perusahaan.
Kendati kecil, namun biaya ongkir ini rupanya menjadi salah satu komponen dari keseluruhan biaya logistik di Indonesia yang justru terbilang mahal. Menteri BUMN Erick Thohir pernah menyatakan bahwa biaya logistik di tanah air sekitar 24 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau lebih tinggi dari rata-rata dunia.
"Biaya logistik Indonesia kurang lebih 24 persen, dunia rata-rata 13 persen," ucap Erick saat wawancara CNN Indonesia, beberapa waktu lalu.
Tak hanya dibanding dunia, besaran biaya logistik ini juga lebih tinggi dari negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Misalnya, Thailand yang cuma 16 persen dari PDB mereka.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto mengatakan ada banyak komponen dalam satu kesatuan biaya logistik. Mulai dari biaya transportasi dan distribusi produk ketika masih menjadi bahan mentah, lalu biaya gudang untuk penyimpanan, biaya menuju pabrik lagi untuk pengolahan, sampai akhirnya menjadi produk jadi.
Produk jadi itu kemudian dikirim, entah melalui jalur darat seperti via jalan tol dan kereta api maupun jalur laut melalui pelabuhan. Setelah terkirim pun, ada lagi biaya transportasi sampai akhirnya produk benar-benar jatuh ke tangan konsumen.
"Satu kesatuan dari semua itu yang disebut biaya logistik, yang sekarang sekitar 23 persen dari PDB," ungkap Mahendra.
Menurut Mahendra, biaya logistik nasional tinggi karena banyak faktor. Mulai dari sistem kelogistikan yang belum sepenuhnya terintegrasi di tingkat kementerian/lembaga, misalnya antara Kementerian Perhubungan dengan Kementerian Keuangan yang mengurus kepabeanan hingga mahalnya biaya akibat infrastruktur.
Khusus biaya infrastruktur, ia mengatakan ada dua hal yang paling menonjol, yaitu pertama, tarif jalan tol yang terus naik dari waktu ke waktu. Sementara biaya angkut menggunakan kereta api dianggap masih relatif lebih rendah.
"Makanya untuk tol ini kita usul agar turunkan tarifnya dan dibalik, kalau sekarang kan tarif tol termahal justru untuk truk, mobil penumpang lebih rendah, ini harusnya dibalik. Seharusnya tarif tol untuk truk yang rendah, jadi jalan tolnya pun terpakai oleh kita dan ini win-win solution," katanya.
Kedua, biaya angkut, bongkar muat, hingga waktu tunggu di pelabuhan. Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah terlalu banyaknya titik masuk pelabuhan di Indonesia. Begitu juga operatornya.
"Kalau mau efisien, iya pelabuhan kecilnya banyak, tapi yang besar-besarnya jadi satu-satukan saja, khususnya untuk barang ekspor impor yang keluar masuk Indonesia. Kalau banyak, ketika volume angkutnya belum memenuhi maksimal, jadi mahal biaya angkutnya, apalagi saat covid-19 begini, kapal tidak mau masuk karena volumenya dikit, kalau masuk harga (angkut) naik jadi lima kali lipat," jelasnya.

Faktor lain yang juga menyumbang biaya adalah jumlah operator. Ambil contoh operator BUMN saja, saat ini ada PT Pelabuhan Indonesia (Persero) alias Pelindo I, II, III, dan IV. Masing-masing perusahaan melakukan operasional di pelabuhan yang berbeda-beda.
"Makanya ketika ada rencana holding, ini saya dukung, karena setidaknya bisa ada efisiensi di Pelindo, jadi direksinya berkurang, komisaris berkurang, yang tidak boleh berkurang hanya pelayanannya. Ini kalau sudah gabung, harapannya cost internal mereka berkurang jadi dampak ke biaya pelabuhan juga menurun," tuturnya.
Ekonom Indef Nailul Huda mengungkapkan banyak hal yang sebenarnya bisa membuat biaya logistik Indonesia turun, di mana harapannya biaya logistik ini tidak hanya terbuang untuk angkutan dan bahan bakar moda transportasi.
Tapi, lebih dari itu, agar bisa dirasakan oleh setiap pelaku usaha di masing-masing rantai pasok. Begitu juga dengan pelaku di sektor yang lebih riil seperti kurir paket dan tentunya masyarakat selaku konsumen.
Kuncinya, kata Huda, ada di integrasi kementerian/lembaga hingga BUMN seperti Pelindo sebagai perpanjangan tangan pemerintah.
"Salah satunya memang organisasi Pelindo cukup banyak berpengaruh, karena jika digabungkan maka bisa terjadi efisiensi harga. Jadi saya rasa cukup bagus rencana merger ini, bahkan bisa lebih efisien lagi," kata Huda.
Direktur Operasi dan Komersial Pelindo III Putut Sri Muljanto mengakui soal tingginya biaya logistik di Indonesia. Catatan perusahaan, biaya logistik Singapura dan Amerika Serikat hanya 8 persen dari PDB.
Holding Pelindo dan Biaya LogistikSementara Jepang dan Korea Selatan 9 persen, India dan Malaysia 13 persen, dan China 15 persen. "Ini sudah diketahui dan pelabuhan turut menyumbang tingginya biaya logistik ini dari operasi dan struktural pelabuhan yang tidak optimal. Ketidakoptimalan dan kurangnya infrastruktur di pelabuhan ikut menyumbang tingginya biaya logistik di pelabuhan dan ikutannya (sektor lain)," ucap Putut.
Maka dari itu, perusahaan 'manut' dengan rencana pemerintah untuk membentuk holding dan meleburkan keempat perusahaan menjadi satu. Harapannya, sinergi dan integrasi di Pelindo dapat membuat biaya logistik di pelabuhan turun.
Tak hanya memangkas biaya, perusahaan juga berharap integrasi bisa menyeret waktu pengiriman. Misalnya, saat ini pengiriman barang melalui pelabuhan laut dari Jakarta ke Papua alias Indonesia dari barat ke timur membutuhkan waktu 29 hari.
"Jadi harapan kita dengan adanya integrasi ini, pelabuhan jadi lebih efisien, bagus, optimal, dan bisa beri layanan lebih baik, sehingga kapal tidak tunggu lama. Integrasi juga diharapkan bisa mengurangi biaya-biaya sekitar 8 persen terhadap biaya logistik," ujarnya.
Penurunan biaya ini, juga akan berdampak ke biaya logistik peti kemas. Lebih lanjut, ia mengatakan sinergi dan integrasi akan menciptakan konektivitas untuk hinterland, sehingga meningkatkan kinerja dan efisiensi.
Saat ini, proses integrasi holding pun sudah mendapat dukungan dari berbagai kementerian/lembaga. Misalnya, Kementerian Perhubungan telah memberi izin badan usaha pelabuhan begitu merger berlaku aktif pada 1 Oktober mendatang.
Sementara Kementerian Keuangan telah memberikan persetujuan nilai buku untuk perhitungan pajak dan nilai defenitif masing-masing perusahaan di bawah holding. Adapun integrasi akan menghasilkan empat klaster bisnis di Pelindo, yaitu peti kemas, non-peti kemas, logistik dan hinterland, serta pelabuhan. Hal ini berpengaruh pada pembentukan direksi ke depan.
"Dengan adanya merger Pelindo, pola operasi dan bisnis akan menggunakan kondisi yang saat ini sudah berjalan, sehingga efisien," ujar Putut.
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis Jurnalistik Pelabuhan Indonesia Award 2021
(asa)[Gambas:Video CNN]
0 Response to "Kurir Paket Mahalnya Logistik RI dan Asa di Holding Pelindo"
Post a Comment